4 Tokoh Penjajah Terkejam yang Terjadi di Indonesia – Berdasarkan buku sejarah, begitu banyak orang yang disakiti, disiksa, diperbudak, dibunuh bahkan hingga diperkosa pada masa penjajahan. Pada saat itu, sebagian besar negara-negara yang menjajah Indonesia melakukan hal-hal brutal dan kejam. Hal itu tentunya meninggalkan bekas duka yang mendalam bagi bangsa Indonesia saat berjuang untuk hidup di masa penjajahan.
Gotfried Coenraad Ernst van Daalen
Ia merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memiliki ambisi untuk menguasai seluruh wilayah Aceh. Pada masa itu, van Daalen dengan sekutunya mengalami perjalanan dengan togel singapore berjalan kaki untuk mencapai pedalaman Gayo. Untuk mencapai Gayo memakan waktu hingga 163 hari dan ketika sampai ia langsung mengirimkan surat kepada raja-raja Gayo. Dalam surat itu tertera bahwa para pemimpin harus menandatangani perjanjian takluk.
Alih-alih menandatanganinya, tak satu pun pemimpin di Gayo yang mengikuti perjanjian itu. Van Daalen marah dan langsung menggerakkan pasukan untuk menyerang rakyat Gayo. Rakyat berkumpul di benteng-benteng dari bambu dan di semak berduri untuk menahan gempuran musuh. Van Daalen memerintahkan untuk menghabisi rakyat Gayo, hingga disebutkan terdapat 313 korban tewas. Tak hanya sampai di situ, ia juga membantai ke wilayah Suku Alas dan mengakibatkan 2 ribu nyawa melayang dalam pertempuran. Operasi militer Belanda di pedalaman Aceh itu disebut menelan korban mencapai 4.000 orang. Pada masa itu juga sempat terjadi pembantaian massal kepada orang-orang dari Suku Gayo maupun Alas.
Johannes van den Bosch
Jika Daendels yang merupakan pelopor kerja rodi, Johannes van den Bosch adalah pelopor dari sistem tanam paksa. Ia merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintah dari tahun 1830 sampai 1834. Van den Bosch membuat kebijakan setoran pajak tanah yang semula uang, sgp toto menjadi tanah bernilai ekspor. Kebijakan itu mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor terutama untuk tebu, tarum, dan kopi. Hal ini menurutnya untuk mendorong petani lebih semangat bekerja dan menciptakan kemakmuran bagi para petani dan Belanda.
Nantinya tanaman ekspor itu dijual sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintahan Belanda. Bila warga tidak memiliki tanah, maka harus bekerja selama 75 hari dalam setahun pada kebun milik pemerintah. Rakyat dipaksa bekerja di mana-mana, bahkan harus bekerja ke kebun yang letaknya sampai 45 kilometer dari desanya.
Tujuan dari adanya sistem paksa ini ialah untuk menambah pemasukan kas pemerintah Belanda. Akibat dari adanya sistem tanah paksa, rakyat menderita karena harus menanam tanaman ekspor dan bukan menanam padi untuk makan sendiri. Kemudian terjadi ketidaktentuan penghasilan rakyat, kelaparan merajalela, kemiskinan, hingga kematian.
Jan Pieterszoon Coen
Jan Pieterszoon Coen merupakan Gubernur Jendral Hindia Belanda yang dua kali menjabat. Selama menjabat, ia tidak menyukai orang Banten dan orang Inggris yang ada di sana. Ia kemudian memindahkan kantor kompeni ke Jakarta dan membangun pertahanan. JP Coen adalah tokoh yang menaklukkan Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Batavia.
Tidak lama setelah mendirikan Batavia pada 1621, ia memusnahkan penduduk Pulau Banda di Maluku. JP Coen juga melakukan pembunuhan dan pembantaian kejam. Rakyat Banda yang tidak meninggal dalam perlawanan akan dibunuh pasukan VOC dan diangkut ke Batavia sebagai budak belian. Bahkan sampai tahun 1633 para budak itu masih dirantai dan ditempatkan di Kampung Bandan dekat Ancol, Jakarta Utara. Pada masa pemerintahannya, kerap terjadi pertempuran antara Inggris dan Belanda. Ia juga turut berperang melawan Kesultanan Banten dan Mataram.
Herman Willem Daendels
Herman Willem Daendels adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari tahun 1808 sampai tahun 1811. Ia bertugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris, memperbaiki sosial ekonomi di Nusantara terutama Jawa, dan memperbaiki administrasi pemerintahan. Pada masa itu Jawa merupakan daerah satu-satunya koloni Belanda yang masih bertahan.
Selama memerintah, ia bersikap diktaktor dan menelurkan sejumlah kebijakan di berbagai bidang yang membuat sengsara rakyat. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang mempelopori kerja rodi, kebijakan yang mewajibkan rakyat Priangan menanam tanaman ekspor kopi dan hasil panennya harus dijual dengan harga 10 gulden per kwintal. Harga tersebut sangat rendah karena di pasaran lebih tinggi 10 kali lipat.
Daendels pernah membuang Sultan Banten karena tidak sanggup mengumpulkan seribu orang setiap hari untuk mengerjakan proyek jalan raya Anyer sampai Panarukan. Proyek yang digagasnya itu menyebabkan lebih dari seribu orang mati dan ribuan lagi cedera akibat sistem kerja paksa Daendels. Jalan raya Anyer sampai Panarukan itu sampai kini masih digunakan dengan panjang 1.2000 km.